PEMBAHASAN
A.
Pengantar
Adanya penerimaan atas suatu kode etik itu mengandung
makna selain adanya pengakuan dan pemahaman atas ketentuan dan/atau
prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya, juga adanya suatu ikatan komitmen
dan pernyataan kesadaran untuk mematuhinya dalam menjalankan tugas dan perilaku
keprofesiannya, serta kesiapan dan kerelaan atas kemungkinan adanya konsekuensi
dan sanksi seandainya terjadi kelalaian terhadapnya.
B.
Pengertian,
Maksud dan Tujuan Kode Etik Profesi BK
Dalam Prayitno; Erman
Amti (2004) disebutkan bahwa profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang
menuntut keahlian dari para petugasnya. Artinya, pekerjaan yang disebut profesi
itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak terlatih dan tidak disiapkan
secara khusus terlebih dahulu untuk melakukan pekerjaan itu.
Profesi merupakan
pekerjaan atau karir yang bersifat pelayanan bantuan keahlian dengan tingkat
ketepatan yang tinggi untuk kebahagiaan pengguna berdasarkan norma-norma yang
berlaku. Kekuatan dan eksistensi profesi muncul sebagai akibat interaksi timbal
balik antara kinerja tenaga profesional dengan kepercayaan publik (publik trust).
(Depdiknas, 2004).
Kode etik adalah
seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang mengatur mengarahkan
perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan, profesi, atau organisasi bagi
para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara para pekerja atau anggota
dengan masyarakat (Yusuf, 2009).
Kode
etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap tenaga
profesi dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupannya dimasyarakat.
Norma-norma itu berisi apa yang tida9k boleh, apa yang seharusnya dilakukan,
dan apa yang diharapkan dari tenaga profesi. Pelanggaran terhadap norma-norma
tersebut akan mendapat sanksi (Depdiknas, 2004).
Menurut uu no.
8 (pokok-pokok kepegawaian): kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah
laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.
Kode etik bimbingan dan konseling (BK) di Indonesia
merupakan landasan moral dan pedoman tingkahlaku profesional yang dijunjung
tinggi, diamalkan, dan diamankan oleh setiap profesional bimbingan dan
konseling Indonesia.
Hornby, dkk. (1962) mendefinisikan kode etik secara
leksikal sebagai berikut:
“code as collection of laws arranged in a system; or,
system of rules and principles that has been accepted by society or a class or
group of people”.
“ethic as system of moral principles, rules of conduct”.
Dengan demikian, kode
etik keprofesian (professional code of ethic) pada hakikatnya merupakan suatu
sistem peraturan atau perangkat prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima
oleh kelompok orang-orang yang bergabung dalam himpunan organisasi keprofesian
tertentu.
Adanya penerimaan atas suatu kode etik itu mengandung
makna selain adanya pengakuan dan pemahaman atas ketentuan dan prinsip-prinsip
yang terkandung di dalamnya, juga adanya suatu ikatan komitmen dan pernyataan
kesadaran untuk mematuhinya dalam menjalankan tugas dan perilaku
keprofesiannya, serta kesiapan dan kerelaan atas kemungkinan adanya konsekuensi
dan sanksi seandainya terjadi kelalaian terhadanya.
Adapun maksud dan tujuan pokok diadakannya kode etik
ialah untuk menjamin agar tugas-pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana
mestinya dan ktinggi
martabat profesi.
1. Untuk menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota.
2. Untuk meningkatkan pengabdian para
anggota profesi.
3. Untuk meningkatkan mutu profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu organisasi
profesi.
5. Meningkatkan layanan di atas
keuntungan pribadi.
6. Mempunyai organisasi profesional
yang kuat dan terjalin erat.
7.
Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah:
1) Memberikan pedoman bagi setiap
anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
2) Sebagai sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3)
Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
C.
Kode Etik Profesi
'Petugas BK
Dengan demikian, maka kode etik keprofesian memiliki
kedudukan, peran dan fungsi yang sangat penting dan strategis dalam menopang
keberadaan dan kelangsungan hidup suatu profesi di masyarakat. Bagi para
pengemban tugas profesi akan menjadi pegangan dalam bertindak serta acuan dasar
dalam seluk beluk keprilakuannya dalam rangka memelihara dan menjunjung tinggi
martabat dan wibawa serta kredibilitas visi, misi, fungsi bidang profesinya.
Dengan demikian pula, maka kode etik itu dapat merupakan acuan normatif dan
juga oprasional. Bagi para pemakai jasa layanan profesional, kode etik juga
dapat merupakan landasan jika dipandang perlu untuk mengajukan tuntutan kepada
pihak yang berwenang dalam hal terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan dari pengemban
profesi yang bersangkutan. Sedangkan bagi para pembina dan penegak kode etik
khususnya dan penegak hukum pada umumnya, perangkat kode etik khususnya dan
penegak hukum pada umumnya, perangkat kode etik termaksud dapat merupakan
landasan bertindak sesuai dengan keperluannya, termasuk pemberlakuan sanksi
keprofesian bagi pihak-pihak yang terkait.
Perangkat kode etik itu pada umumnya mengandung muatan
yang terdiri atas preambul dan perangkat prinsip dasarnya. Preambul lazimnya
merupakan deklarasi inti yang menjiwai keseluruhan perangkat kode etik yang
bersangkutan. Sedangkan unsur berikutnya lazimnya memuat prinsip-prinsip
dasarnya, antara lain bertalian dengan: tanggung jawab, kewenangan
(kompetensi), standar moral dan hukum, standar untuk kerja termasuk teknik dan
instrumen yang digunakan atau dilibatkannya, konfidensialitas, hubungan kerja
dan sejawat (profesional), perlindungan keamanan dan kesejahteraan klien,
kewajiban pengembangan diri dan kemampuan profedional termasuk penelitian,
serta publisitas keprofesiannya kepada masyarakat. Muatannya ada yang hanya
garis besar saja dan ada pula yang disertai rinciannya.
Guru
Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusian pada umumnya. Guru Indonesia
yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggungjawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia, terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut.
1.
Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
berjiwa Pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang
berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama
terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru
melaksananakan segala kebijaksanan Pemerintah dalam bidang pendidikan.
Sumber: AD/ART PGRI (1994)
1. 1. Kami Guru
Indonesia, adalah insan ppendidik Bangsa yang beriman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2. 2. Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pembela dan pengamal Pancasila yang setia
pada UUD 1945.
3. 3. Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan nasional dalam
mencerdaskan kehidupan Bangsa.
4. 4 Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah oganisasi perjuangan
Persayuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan Bangsa yang berwatak
kekeluargaan.
5. 5 Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia
sebagai pedoman tingkahlaku profesi dalam pengabdian terhadap Bangsa, Negara,
serta kemanusiaan.
Sumber: AD/ART PGRI (1994)
Kode etik pada lazimnya
disusun dan disahkan serta ditetapkan oleh organisasi asosiasi profesi yang
bersangkutan, melalui suatu forum formalnya (kongres atau konferensi) yang
telah diatur dalam AD/ART. Pada organisasi asosiasi profesional yang telah
mapan biasanya terdapat suatu Dewan atau Majelis Kode etik yang mempunyai tugas
untuk bertindak sebagai penegaknya (law enfercement) sehingga kode etik
tersebut berlaku secara efektif dengan kekuatan hukumnya. Sayang sekali, hingga
dewasa ini di lingkungan organisasi asosiasi bidang kependidikan, kelengkapan
seperti ini (khususnya PGRI) masih belum kita temukan.
D.
Organisasi Dan Kode
Etik Profesi
a. Organisasi
Profesi
1.
Bentuk Organisasi
Organisasi profesi merupakan organisasi kemasyarakatan
yang mewadahi seluruh spesifikasi yang ada di dalam profesi yang dimaksud
perekat utama dari organisasi itu adalah sebutan profesi itu sendiri, yang
didalamnya bisa dikembangkan sejenis himpunan/ ikatan/ kumpulan yang berorentasi
pada spesifikasi profesi itu.
Pada
saat ini profesi bimbingan dan konseling di Indonesia
mewadahi diri dalam organisasi profesi yang diberi nama Asosiasi Bimbingan Dan Konseling (ABKIN),
yang sebelumnya bernama ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) yang berdiri sejak
tahun 1975. Kepengurusan organisasi
ini ada
ditingkat nasional,
daerah (Provinsi), dan cabang (Kabupaten/ Kota). Didalam ABKIN ada
sejumlah devisi yang berupa himpunan atau ikatan tenaga profesi konseling dalam
bidang tugas tertentu.
2.
Fungsi
Fungsi
organisasi profesi (dalam hal ini ABKIN) diarahkan pada upaya-upaya berikut:
a. Memantapkan
landasan keilmuan dan teknologi dalam wilayah pelayanan konseling.
b. Menetapkan
standar profesi konseling.
c. Mengadakan
kolaborasi dengan lembaga pendidikan konselor dalam menyiapkan tenaga perofesional konseling.
d. Menyiapkan/
melaksanakan upaya kredensialisasi bagi tenaga propesional konseling dan
lembaga pengembagannya.
e. Mensupervisi
pelayanan konseling yang dilakukan oleh perorangan maupun lembaga.
f. Melakukan
advokasi, baik terhadap anggota profesi
maupun penerimaan layanan profesi
konseling.
b. Kode
Etik Profesi
1. Pengertian
Kode etik profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan
oleh setiap tenaga profesi
dalam menjalankan tugas profesi dan dalam kehidupannya
di masyarakat. Norma-norma
itu berisi apa yang tidak boleh, apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang diharapkan
dari tenaga profesi.
Pelanggaran terhadap norma-norma
tersebut akan mendapatkan sanksi.
2. Tujuan
Ditegakkannya kode etik profesi bertujuan untuk:
a. Menjunjung
tinggi martabat profesi
b. Melindungi
pelanggaran dari perbuatan mala- praktik
c. Meningkatkan
mutu profesi
d. Menjaga
Standar mutu dan status profesi
e. Meningkatkan
ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya.
3. Ruang
Lingkup dan materi Kode Etik Profesi
Konseling
Kode etik profesi konseling meliputi hal-hal
yang bersangkut paut dengan kompetensi
yang dimiliki, wewenangan dan kewajiban tenaga profesi
konseling, serta cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukan
dalam kegiatan Profesi.
Ruang lingkup dan materi kode etik
profesi konseling tertera
pada lampiaran 3. Kode
etik ini diadopsi dari
Kode Etik Konseling ABKIN yang di berlakukan dewasa ini.
Dasar Kode Etik Profesi
BK
1. Pancasila. Hal ini mengingat profesi bimbingan
dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka
membini warga negara Indonesia yang bertanggung jawab.
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (pasal 28
ayat 1, 2 dan 3 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan).
4. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Konselor.
5. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Kualifikasi dan
Kegiatan Propesional Konselor
1. Kualifikasi
Ø Sarjana pendidikan (S-1) dalam
bidang Bimbingan dan Konseling.
Ø Berpendidikan profesi konselor
(PPK).
2. Kompetensi
Sosok utuh kompetensi konselor terdiri
atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam praksis
sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan kompetensi
profesional.
a. Memahami Secara
Mendalam Konseli Yang Hendak Dilayani
Ø Menghargai dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, individualitas, kebebasan memilih,
dan mengedepankan kemaslahatan konseli dalam konteks kemaslahatan umum.
Ø Mengaplikasikan
perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
b. Menguasai
Landasan Teoretik Bimbingan Dan Konseling
Ø Menguasai
teori dan praksis pendidikan.
Ø Menguasai
esensi pelayanan bimbingan dan konseling dalam jalur, jenis, dan jenjang,
satuan pendidikan.
Ø Menguasai konsep dan praksis
penelitian dalam bimbingan dan konseling.
Ø Menguasai
kerangka teoretik dan praksis bimbingan dan konseling.
c. Menyelenggarakan
Bimbingan Dan Konseling Yang Memandirikan
Ø Merancang program Bimbingan dan
Konseling.
Ø Mengimplementasikan program
Bimbingan dan Konseling yang komprehensif.
Ø Menilai proses dan hasil kegiatan
Bimbingan dan Konseling.
Ø Menguasai konsep dan praksis asesmen
untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli.
d. Mengembangkan
Pribadi Dan Profesionalitas Secara Berkelanjutan
Ø Beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ø Menunjukkan
integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
Ø Memiliki kesadaran dan komitmen
terhadap etika professional.
Ø Mengimplementasikan kolaborasi
intern di tempat bekerja.
Ø Berperan dalam organisasi dan
kegiatan profesi bimbingan dan konseling.
Ø Mengimplementasikan kolaborasi
antarprofesi.
Kegiatan
Profesional Konselor
1. Informasi, Testing Dan Riset
Penyimpanan
dan penggunaan Informasi
a. Catatan tentang
diri konselispt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan
informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan
konseli.
b. Penggunaan
data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon
konselor sepanjang identitas konselidirahasiakan.
c. Penyampaian
informasi ttg konselikepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan
persetujuan konseli
d. Penggunaan
informasi ttg Konselidalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau
yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan konselidan tidak merugikan
konseli.
e. Keterangan
mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang
berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
Testing
Suatu jenis tes
hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan
hasilnya.
a. Testing dilakukan bila diperlukan
data yang lebih luas tentang sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk
kepentingan pelayanan.
b. Konselor wajib
memberikan orientasi yg tepat pada konselidan orang tua mengenai alasan
digunakannya tes, arti dan kegunaannya.
c. Penggunaan satu
jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bagi tes tersebut.
d. Data hasil testing wajib
diintegrasikan dengan informasi lain baik dari konselimaupun sumber lain.
e. Hasil testing hanya dapat
diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada
konseli.
Riset
a. Dalam
mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek.
b. Dalam
melaporkan hasil riset, identitas konselisebagai subyek wajib dijaga
kerahasiannya.
2. Proses Pelayanan
Hubungan dalam Pemberian Pelayanan
a. Konselor wajib
menangani konseliselama ada kesempatan dlm hubungan antara konselidgn konselor
b. Konselisepenuhnya
berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum
mencapai hasil konkrit
c. Sebaliknya
Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila konselitidak memperoleh manfaat
dari hubungan tersebut.
Hubungan dengan Konseli
a. Konselor wajib
menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan konseli.
b. Konselor wajib
menempatkan kepentingan konselinya diatas kepentingan pribadinya.
c. Konselor tidak
diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit,
agama, atau status sosial tertentu.
d. Konselor
tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang
tanpa izin dari orang yang bersangkutan.
e. Konselor wajib
memberi pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak
orang menghendakinya.
f. Konselor wajib
memberikan pelayanan hingga tuntas sepanjang dikehendaki konseli.
g. Konselor wajib
menjelaskan kepada konseli sifat hubungan yang sedang dibina dan batas-batas
tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional.
h. Konselor wajib
mengutamakan perhatian terhadap konseli.
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kode etik keprofesian (Professional code of etic)
pada hakikatnya merupakan suatu sistem peratuaran atau perangkat
prinsip-prinsip keprilakuan yang telah diterima oleh kelompok orang-orang yang
telah tergabung dalam himpunan oraganisasi keprofesian tertentu. Adapun maksud
dan tujuan pokok diadakannya kode etik ialah untuk menjamin agar
tugas-pekerjaan keprofesian itu terwujud sebagaimana mestinya dan kepentingan
semua pihak terlindungi sebagaimana layaknya. Pihak penerima layanan
keprofesian diharapkan dapat terjamin haknya untuk memperoleh jasa pelayanan
yang berkualitas sesuai dengan kewajibannya untuk memberikan imbalannya, baik
yang bersifat finansial, maupun secara sosial, moral, kultural dan lainnya.
Pihak pengemban tugas pelayanan keprofesian juga diharapkan terjamin martabat,
wibawa dan kredibilitas pribadi dan keprofesiannya serta hak atas imbalan yang
layak sesuai dengan kewajiban jasa pelayanannya.
Perangkat kode etik itu pada umumnya mengandung muatan
yang terdiri atas preambul dan perangkat prinsip dasarnya. Preambul merupakan
deklarasi inti yang menjiwai keseluruhan perangkat kode etik yang bersangkutan.
Sedangkan unsur berikutnya lazimnya memuat prinsip-prinsip dasarnya, antara
lain bertalian dengan: tanggung jawab, kewenangan (kompetensi), standar moral
dan hukum, standar unjuk kerja termasuk teknik dan instrumen yang digunakan
atau dilibatkannya, konfidensialitas, hubungan kerja dan sejawat (profesional),
perlindungan keamanan dan kesejahteraan klien, kewajiban pengembangan diri dan
kemampuan profesional termasuk penelitian, serta publisitas keprofesiannya
kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Syaefudin, Udin. 2009. Pengembangan
Profesi Guru. Tanpa kota: ALFABETA
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi. 2004. Dasar Standarisasi
Profesi Konseling. Tanpa kota: DIRJEN DIKTI
Mashudi, Farid. 2012. Psikologi
Konseling. Jogjakarta: IRCiSoD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar