Kamis, 22 Maret 2018

Konseling Self (Konself) Rogers & Konseling Gestalt (Konges)




KONSELING SELF (KONSELF) ROGERS & KONSELING GESTALT (KONGES)




A. Konseling Self (Konself) Rogers
1.   Konsep Manusia Menurut Self
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri yang utuh, integral, dan sejati.
Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.
Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):
            1.   Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.
2.   Kehidupan Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.
3.   Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat baik.
4.   Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan – paksaan atau rintangan – rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5.   Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.

2.   Kepribadian Menurut Self
a.   Struktur Kepribadian (Self)
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural kepribadian. Namun demikian, dari 19 rumusannya mengenai hakekat  pribadi, diperoleh tiga konstruk yang menjadi dasa penting dalam teorinya yitu Self, organisme dan medan fenomena.
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self, sehingga dapat dikatakan self merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya. Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu. Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.  Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan interpersonal.
Carl Rogers mendeskripsikan the self  atau self-structure sebagai sebuah konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri. Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada saat dimana self berada pada keadaan inkongruen,  kongruensi self ditentukan oleh kematangan, penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan self me sesuai dengan  realitas dan interpretasi self yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan ini.  Semakin besar ketidaksebidangan, maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan terjadi ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.Organisme. Pengertian organisme mencakup tiga hal:
1)      Makhluk hidup; Organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat
2)      Realitas subyektif; organisme menanggapi dunia seperti yang siamati atau dialaminya. Jadi realita bukan masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya subjekstif.
3)      Holisme; organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perybahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri

b.   Dinamika kepribadian
Menurut roger organisme memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin.  Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan positif baik dari orang lain maupun dari diri sendiri.
Rogers percaya, manusia memiliki satu motif dasar, yaitu kecenderungan untuk mengaktualisasi diri.  Kecendeurngan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimiliki dan mencapai tahap “human-beingness” yang setinggi-tingginya.  Kita ditakdirkan untuk berkembang dengan cara-cara yang berbeda sesuai dengan kepribadian kita.  Proses penilaian (valuing process)  bawah sadar memandu kita menuju perilaku yang membantu kita mencapai potensi yang kita miliki.  Rogers percaya, bahwa manusia pada dasarnya baik hati dan kreatif. Mereka menjadi destruktif hanya jika konsep diri yang buruk atau hambatan-hambatan eksternal mengalahkan proses penilaian.
Menurut Rogers, organisme mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas. Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan itu dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan antara perilaku yang progresif yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri. Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang progresif. Dan memang dorongan utama manusia adalah untuk progresif dan menuju aktualisasi diri.

c.  Perkembangan Kepribadian
Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap”  pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.
Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, tidak nyaman,
Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara “self concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok) yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam, cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan disebutkan sebagai berikut :
·         Seseorang mampu mempersepsi dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara objektif
·         Terbuka terhadap semua pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
·         Mampu menggunakan semua pengalaman
·         Mampu mengembangkan diri ke arah aktualisasi diri (fully functioning person). Orang yang telah mencapai fully functioning person ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
ü  Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka terhadap perasaan positif(keteguhan dan kelembutan hati) maupun negative (rasa takut dan sakit).
ü  Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas setiap saat.
ü  Memiliki rasa percaya diri atau memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah di alaminya.
ü  Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun
ü  Berpikir kreatif dan mampu menjalani kehidupan secara konstruktif dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.

3.   Kasus Menurut Self
Self disclosure dapat anda temui pada banyak kehidupan sehari-hari, namun yang paling pasti adalah ketika beberapa kelompok orang mempresentasikan dirinya dihadapan orang lain, dan mengungkapkan rahasia terburuk mereka, pada contoh ini bisa kita temui pada panti-panti rehabilitasi dimana seorang yang mengalami kecanduan terhadap narkoba, harus menceritakan pengalamannya, bagaimana ia bisa kecanduan, dan bagaimana tekatnya agar ia dapat sembuh.
      Contoh Kasus
Erin yakin bahwa dia merupakan orang yang sangat dermawan, sekalipun dia seringkali sangat pelit dengan uangnya dan biasanya hanya memberikan tips yang sedikit atau bahkan tidak memberikan tips sama sekali saat di restoran. Ketika teman makan malamnya memberikan komentar pada perilaku pemberian tipsnya, dia tetap bersikukuh bahwa tips yang dia berikan itu sudah layak dibandingkan pelayanan yang dia terima. Dengan memberikan atribusi perilaku pemberian tipsnya pada pelayanan yang buruk, maka dia dapat terhindar dari kecemasan serta tetap menjaga konsep dirinya yang katanya dermawan.

Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
·         Jika individu menerima cinta tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya (unconditional positive regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya untuk dapat berfungsi sepenuhnya.
·         Jika tidak terpenuhi, maka anak akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard). Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa bersalah dan tidak berharga.
Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang mengalami penghargaan positif tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.

4.   Tujuan dan Teknik Menurut Self
a.   Tujuan Konseling
Tujuan konseling untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Integral berarti struktur kepribadian tidak terpecah antara gambaran tentang diri dengan kenyataan. tanggung jawab dan kemampuan dirinya. Dalam hal ini diperlukan kemampuan dan keterampilan konselor, kesiapan konseli untuk menerima bimbingan dan taraf intelegensi konseli yang memadai.

2.   Teknik konseling
a)   Acceptance: Konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala masalahnya, menerima secara netral.
b)   Congruance : Karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan konsisten.
c)   Understanding: Konselor dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia konseli sebagaimana dilihat dari dalam diri konseli itu.
d) Non judge mental : Memberi penilaian terhadap konseli, akan tetapi konselor selalu objektif.

B. Konseling Gestalt (Konges)
1.   Dinamika Kepribadian Menurut Konseling Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di arahkan bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang pertumbuhan pribadinya sendiri.
Pendekatan konseling Gestalt  berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah : (1) tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya, (2) merupakan bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4) berpotensi untuk menyadari sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya, (5) dapat memilih secara sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan kehidupan manusia, pendekatan Konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang “ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani, oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan Konseling Gestalt ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian, sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran, perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak terungkapkan itu.

2.  Peran Dan Fungsi Konselor
1.   Mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya dan mau mencoba menghadapinya
2.   Klien bisa diajak memilih dua alternatif, menolak kenyataan yang ada pada dirinya / membuka diri untuk melihat apa yang sebanarnya terjadi pada dirinya / membuka diri untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang
3.   Konselor menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak, keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun member nasihat
4.   Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuab agar klien menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan klien tidak dapat berdiri sendiri
5.   Konselor membantu klien menghadapi tansisi dari ketergantungannya terhadap faktor menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan untuk menemukan dan membuka ketersesatan klien
6.   Pada saat klien mengalami gejolak kesesatan dan klien menyatakan kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya, dirinya tidak berdaya, bodoh/gila
7.   Konselor membantu membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau menghadapi ketersesatannya sehingga potensi dapat berkembang lebih optimal.

3.   Tujuan Terapi Gestalt, Tekni Terapi
a.  Tujuan konseling
Tujuan terapi gestalt adalah sebagai usaha membantu klien dalam mengintegrasikan diri dalam lingkungannya, dan membantu klien menjadi masak dan bergerak ke arah aktualisasi diri.
Pearls berpendapat bahwa sebaiknya individu itu dapat mengerjakan suatu dari pada hanya memikirkan sesuatu saja. Dalam hal ini terapis membantu klien untuk mengukur kekuatan dan kemampuan dirinya.
Dewasa berarti adanya integrasi kepribadian sebagai suatu keseluruhan, yaitu integrasi dari berbagai bagian, antara lain : perasaan, pikiran, persepsi, dan aspek-aspek lain ke dalam suatu sistem keseluruhan.
Jadi, terapi gestalt bertujuan untuk menyatukan aspek-aspek kepribadian individu untuk menjadi suatu kebulatan yaitu pribadi yang utuh dan integral. Di samping itu terapi gestalt juga bertujuan agar klien dapat bertanggung jawab atas dirinya dalam perkembangan dari aspek-aspek kepribadian yang bulat atau menuju ke sistem keseluruhan.
b.  Teknik Terapi
Teknik-teknik ini mendorong terapis dalam memberikan terapi kepada klien dengan cepat dan  tepat. Teknik-teknik itu sebagai berikut:
1.   Directed awareness: teknik untuk meningkatkan kesadaran klien. Pertanyaan-pertanyaan yang sederhana, langsung, membuat memusatkan kesadaran klien. Terapis menggunakan kesadaran yang ada pada klien untuk memisahkan pertentangan-pertentangan dan penyimpangan dalam komunikasi verbal dan non verbal dari klien. Pengarahan dari terapis harus berpijak pada keadaan sekarang untuk diharmoniskan dengan dirinya sendiri dan terutama menggunakan potensi yang dimiliki.
2. Games of dialogue: klien ditanya untuk mengembangkan dialog antara bagian-bagian yang konflik yang ada dalam dirinya. Contohnya: anda tidak boleh mengekspresikan kemarahan anda, dan dijawabnya: tetapi saya marah. Dialog ini dimaksudkan untuk membantu membuat keduanya itu ada padanya secara penuh dan digunakan manakala terjadi penyimpangan-penyimpangan pada dirinya.
3. Palying the projection: teknik ini dipergunakan ketika klien mengeluh dan menyalahkan dengan tidak menyadari bagaimana mereka memroyeksikan sikap mereka kepada orang laijn secara baik. Tujuan dari teknik ini untuk memiliki kembali dan mengintegrasikan bagian-bagian yang ada dalam dirinya.
4.   Reveral techniques. Dengan teknik ini dimaksudkan klien bertindak menurut sikap-sikap atau dalam sikap-sikap yang merupakan kebalikan dari apa yang biasa mereka lakukan. Cara ini untuk menolong klien menyadari bagian dari dirinya yang dia tidak tahu bahwa itu ada dan dengan demikian menolong mereka untuk memulai proses penerimaan atribut personal yang selama ini ditolaknya.
5.   Assuming responsibility. Klien ditanya dengan menggunakan potongan kalimat. “saya bertanggung jawab atas hal itu”, yang diucapkan pada setiap akhir pernyataan yang dibuatnya. Teknik ini dikembangkan untuk menolong klien dalam menyadari fakta-fakta bahwa mereka bertanggung jawab atas sikap pemikiran dan perasaan yang dialami.
6.   Staying with a feeling. Teknik ini dapat digunakan untuk menolong klien yang mengalami perasaan-perasaan yang tidak senang. Terapis meminta klien untuk meneruskan perasaan itu betapapun sakitnya atau menakutkannya pengalaman itu dan bahkan melebih-lebihkan persaan itu. Menghadapi dan mengalami, mempertahankan perasaan ini memaksa klien untuk menerima pengalaman-pengalaman emosionalnya sebagai bagian dari dirinya.
7.   May I feed you a sentence. Dalam teknik ini konselor memberikan pertanyaan-pertanyaan untuk diucapkan oleh klien. Ucapan ini dapat menagkap sikap, perasaan dari klien dan ini dapat diamati oleh konselor. Sikap atau perasaan yang tidak disadari oleh klien, klien disuruh mencoba mengucapkan kalimat itu dengan cara mengulanginya. Dengan cara demikian klien akan dapat menjadi sadar atas sikap/perasaan yang sebelumnya ia terapkan.


BAB III
KESIMPULAN



1.      Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri ideal.

2.      Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian berubah dan berkembang, Rogers tidak menekankan aspek struktural kepribadian.

3.      Menurut roger organisme memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin.

4.      Rogers tidak memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap”  pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang pengalaman itu sendiri.

5.      Self disclosure dapat ditemui pada banyak kehidupan sehari-hari, namun yang paling pasti adalah ketika beberapa kelompok orang mempresentasikan dirinya dihadapan orang lain

6.      Tujuan konseling untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri.

7.      Pandangan Gestalt tentang manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi, kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran.

8.      Pendekatan konseling Gestalt  berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.

9.      Tujuan terapi gestalt adalah sebagai usaha membantu klien dalam mengintegrasikan diri dalam lingkungannya, dan membantu klien menjadi masak dan bergerak ke arah aktualisasi diri.


DAFTAR PUSTAKA

Gerald Cory.2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi

Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.

Prayitno,2005. Kerangka Konseling Elektrik Elktrik Konseling

Pujosuwarno, sayekti.: Berbagai Pendekatan dalam Konseling, terbitan pertama. Yogyakarta: Menara Mas Offset, 1993.

http://kdmcarlroeger.blogspot.com/

http://zamzamisabiq.blogspot.com/2013/04/pendekatan-gestalt-dalam-bimbingan.html

https://konseling4us.wordpress.com/2011/12/13/konseling-self/

http://mohamadiqbalmustofa.blogspot.com/2013/04/pendekatan-konseling-gestalt.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LEMBAR KERJA BEDAH LMS PLATFORM BELAJAR

  LEMBAR KERJA BEDAH LMS PLATFORM BELAJAR     Nama                           : ARIF KURNIAWAN Sekolah                         : ...