KONSELING SELF
(KONSELF) ROGERS & KONSELING GESTALT (KONGES)
A. Konseling Self
(Konself) Rogers
1.
Konsep Manusia Menurut Self
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap,
mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang
bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep
diri ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak,
Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence
adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi
di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri
yang utuh, integral, dan sejati.
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari
orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi
menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
1. Keterbukaan pada pengalaman
Orang yang berfungsi sepenuhnya
adalah orang yang menerima semua pengalaman dengan fleksibel sehingga selalu
timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan mengalami banyak emosi
(emosional) baik yang positip maupun negatip.
2. Kehidupan
Eksistensial
Kualitas dari kehidupan eksistensial
dimana orang terbuka terhadap pengalamannya sehingga ia selalu menemukan
sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung menyesuaikan diri sebagai
respons atas pengalaman selanjutnya.
3. Kepercayaan
terhadap organisme orang sendiri
Pengalaman akan menjadi hidup ketika
seseorang membuka diri terhadap pengalaman itu sendiri. Dengan begitu ia akan
bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar (timbul seketika dan intuitif)
sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu situasi dengan sangat
baik.
4. Perasaan
Bebas
Orang yang sehat secara psikologis
dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan – paksaan atau rintangan –
rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang bebas memiliki
suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa
masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau
sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa
mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.
5. Kreativitas
Keterbukaan diri terhadap pengalaman
dan kepercayaan kepada organisme mereka sendiri akan mendorong seseorang untuk
memiliki kreativitas dengan ciri – ciri bertingkah laku spontan, tidak
defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas
stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya.
2.
Kepribadian Menurut Self
a. Struktur Kepribadian (Self)
Konsep pokok dari teori kepribadian Rogers adalah self,
sehingga dapat dikatakan self merupakan struktur kepribadian yang sebenarnya.
Self atau konsep self adalah konsep menyeluruh yang ajeg dan terorganisir
tersusun dari persepsi ciri-ciri tentang “I” atau “me” (aku sebagai subyek atau
aku sebagai obyek) dan persepsi hubungan “I” atau “me” dengan orang lain dan
berbagai aspek kehidupan, berikut nilai-nilai yang terlibat dalam persepsi itu.
Konsep self menggambarkan konsepsi orang tentang dirinya sendiri, ciri-ciri
yang dianggapnya menjadi bagian dari dirinya.
Konsep self juga menggambarkan pandangan diri dalam kaitannya dengan
berbagai perannya dalam kehidupan dan dalam kaitannya dengan hubungan
interpersonal.
Carl Rogers mendeskripsikan the
self atau self-structure sebagai sebuah
konstruk yang menunjukan bagaimana setiap individu melihat dirinya sendiri.
Self ini dibagi 2 yaitu : Real Self dan Ideal Self. Real Self adalah keadaan
diri individu saat ini, sementara Ideal Self adalah keadaan diri individu yang
ingin dilihat oleh individu itu sendiri atau apa yang ingin dicapai oleh
individu tersebut.
Perhatian Rogers yang utama adalah
bagaimana organisme dan self dapat dibuat lebih kongruen/ sebidang. Artinya ada
saat dimana self berada pada keadaan inkongruen, kongruensi self ditentukan oleh kematangan,
penyesuaian, dan kesehatan mental, self yang kongruen adalah yang mampu untuk
menyamakan antara interpretasi dan persepsi self I dan self me sesuai
dengan realitas dan interpretasi self
yang lain. Semakin lebar jarak antara keduanya, semakin lebar ketidaksebidangan
ini. Semakin besar ketidaksebidangan,
maka semakin besar pula penderitaan yang dirasakan Jika tidak mampu maka akan
terjadi ingkongruensi atau maladjustment atau neurosis.Organisme. Pengertian
organisme mencakup tiga hal:
1)
Makhluk hidup; Organisme adalah
makhluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya, tempat semua pengalaman
dan segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadar setiap saat
2)
Realitas subyektif; organisme
menanggapi dunia seperti yang siamati atau dialaminya. Jadi realita bukan
masalah benar atau salah melainkan masalah persepsi yang sifatnya subjekstif.
3)
Holisme; organisme adalah satu
kesatuan sistem, sehingga perybahan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian
lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi atau bertujuan, yakni tujuan
mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri
b. Dinamika kepribadian
Menurut roger organisme memiliki satu
motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan tujuan utama
hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa mengaktualisasikan diri,
dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap makhluk hidup yang
bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya sebaik mungkin. Pada dasarnya manusia memiliki dua kebutuhan
utama yaitu kebutuhan untuk penghargaan positif baik dari orang lain maupun
dari diri sendiri.
Menurut Rogers, organisme
mengaktualisasikan dirinya menurut garis-garis yang diletakkan oleh hereditas.
Ketika organisme itu matang maka ia makin berdiferensiasi, makin luas, makin
otonom, dan makin matang dalam bersosialisasi. Rogers
menyatakan bahwa pada dasarnya tingkah laku adalah usaha organisme yang berarah
tujuan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagaimana dialami, dalam medan sebagaimana medan
itu dipersepsikan.
Untuk bergerak ke arah mendapatkan
tujuannya manusia harus mampu untuk membedakan antara perilaku yang progresif
yaitu perilaku yang mengarahkan pada aktualisasi diri dan perilaku yang
regresif yaitu perilaku yang menghalangi pada tercapainya aktualisasi diri.
Manusia harus memilih dan mampu membedakan mana yang regresif dan mana yang
progresif. Dan memang dorongan utama manusia adalah untuk progresif dan menuju
aktualisasi diri.
c. Perkembangan
Kepribadian
Beberapa pilihan sebelumnya akan
mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat
menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari
tahapan pengalaman aktualnya. Rogers
berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat
pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan
sesuatu sebagai nilai yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir
dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak
mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka
ia akan berkepribadian keras, tidak nyaman,
Jika penolakan menjadi style, dan
orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman
muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit
saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan
konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan
kecemasan. Rogers
mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang
sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara
pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap
konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya
ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan
tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan
ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat.
Bila seseorang, antara “self
concept”nya dengan organisme mengalami keterpaduan, maka hubungan itu disebut
kongruen (cocok) tapi bila sebaliknya maka disebut Inkongruen (tidak cocok)
yang bisa menyebabkan orang mengalami sakit mental, seperti merasa terancam,
cemas, defensive dan berpikir kaku serta picik. Sedangkan ciri-ciri orang yang
mengalami sehat secara psikologis (kongruen), dalam Syamsu dan disebutkan
sebagai berikut :
·
Seseorang mampu mempersepsi
dirinya, orang lain dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkungannya secara
objektif
·
Terbuka terhadap semua
pengalaman, karena tidak mengancam konsep dirinya
·
Mampu menggunakan semua
pengalaman
·
Mampu mengembangkan diri ke
arah aktualisasi diri (fully functioning person). Orang yang telah mencapai
fully functioning person ini memiliki karakteristik sebagai berikut :
ü Memiliki kesadaran akan semua pengalaman. Bersikap terbuka terhadap
perasaan positif(keteguhan dan kelembutan hati) maupun negative (rasa takut dan
sakit).
ü Mengalami kehidupan secara penuh dan pantas setiap saat.
ü Memiliki rasa percaya diri atau memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah di alaminya.
ü Memiliki perasaan bebas untuk memilih tanpa hambatan apapun
ü Berpikir kreatif dan mampu menjalani kehidupan secara konstruktif
dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.
3. Kasus Menurut Self
Self disclosure dapat anda temui pada
banyak kehidupan sehari-hari, namun yang paling pasti adalah ketika beberapa
kelompok orang mempresentasikan dirinya dihadapan orang lain, dan mengungkapkan
rahasia terburuk mereka, pada contoh ini bisa kita temui pada panti-panti
rehabilitasi dimana seorang yang mengalami kecanduan terhadap narkoba, harus
menceritakan pengalamannya, bagaimana ia bisa kecanduan, dan bagaimana tekatnya
agar ia dapat sembuh.
Contoh Kasus
Setiap manusia memiliki kebutuhan
dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari
orang lain. Perkembangan diri dipengaruhi oleh cinta yang diterima saat kecil
dari seorang ibu. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi
lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional
positive regard (tak bersyarat).
·
Jika individu menerima cinta
tanpa syarat, maka ia akan mengembangkan penghargaan positif bagi dirinya
(unconditional positive regard) dimana anak akan dapat mengembangkan potensinya
untuk dapat berfungsi sepenuhnya.
·
Jika tidak terpenuhi, maka anak
akan mengembangkan penghargaan positif bersyarat (conditional positive regard).
Dimana ia akan mencela diri, menghindari tingkah laku yang dicela, merasa
bersalah dan tidak berharga.
4. Tujuan dan Teknik Menurut
Self
a. Tujuan Konseling
Tujuan konseling untuk membina
kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah sendiri. Integral berarti struktur kepribadian tidak
terpecah antara gambaran tentang diri dengan kenyataan. tanggung jawab dan
kemampuan dirinya. Dalam hal ini diperlukan kemampuan dan keterampilan
konselor, kesiapan konseli untuk menerima bimbingan dan taraf intelegensi
konseli yang memadai.
2. Teknik konseling
a) Acceptance:
Konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala masalahnya, menerima
secara netral.
b) Congruance
: Karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan dan
konsisten.
c) Understanding:
Konselor dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia konseli
sebagaimana dilihat dari dalam diri konseli itu.
d) Non judge mental : Memberi
penilaian terhadap konseli, akan tetapi konselor selalu objektif.
B. Konseling Gestalt (Konges)
1.
Dinamika Kepribadian Menurut Konseling
Gestalt
Pandangan Gestalt tentang manusia
berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan
konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi,
kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran. Terapi di
arahkan bukan pada analisis, melainkan pada integrasi yang berjalan selangkah
demi selangkah dalam terapi sampai klien menjadi cukup kuat untuk menunjang
pertumbuhan pribadinya sendiri.
Pendekatan konseling Gestalt berpandangan bahwa manusia dalam kehidupannya
selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata
merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati, jantung,
otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian
tersebut. Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran,
perasaan, dan tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan
untuk menerima tanggung jawab pribadi, memiliki dorongan untuk mengembangkan
kesadaran yang akan mengarahkan menuju terbentuknya integritas atau keutuhan
pribadi. Jadi hakikat manusia menurut pendekatan konseling ini adalah : (1)
tidak dapat dipahami, kecuali dalam keseluruhan konteksnya, (2) merupakan
bagian dari lingkungannya dan hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan
lingkungannya itu, (3) aktor bukan reaktor, (4) berpotensi untuk menyadari
sepenuhnya sensasi, emosi, persepsi, dan pemikirannya, (5) dapat memilih secara
sadar dan bertanggung jawab, (6) mampu mengatur dan mengarahkan hidupnya secara
efektif.
Dalam hubungannya dengan perjalanan
kehidupan manusia, pendekatan Konseling Gestalt memandang bahwa tidak ada yang
“ada” kecuali “sekarang”. Masa lalu telah pergi dan masa depan belum dijalani,
oleh karena itu yang menentukan kehidupan manusia adalah masa sekarang.
Dalam pendekatan Konseling Gestalt
ini, kecemasan dipandang sebagai “kesenjangan antara saat sekarang dan
kemudian”. Jika individu menyimpang dari saat sekarang dan menjadi terlalu
terpaku pada masa depan, maka mereka mengalami kecemasan.
Dalam pendekatan gestalt terdapat
konsep tentang urusan yang tak selesai (unfinished business), yakni mencakup
perasaan-perasaan yang tidak terungkapkan seperti dendam, kemarahan, kebencian,
sakit hati, kecemasan, kedudukan, rasa berdosa, rasa diabaikan. Meskipun tidak
bisa diungkapkan, perasaan-perasaan itu diasosiasikan dengan ingatan-ingatan
dan fantasi-fantasi tertentu. Karena tidak terungkapkan di dalam kesadaran,
perasaan-perasaan itu tetap tinggal pada latar belakang dan di bawa pada
kehidupan sekarang dengan cara-cara yang menghambat hubungan yang efektif
dengan dirinya sendiri dan orang lain. Urusan yang tak selesai itu akan
bertahan sampai ia menghadapi dan menangani perasaan-perasaan yang tak
terungkapkan itu.
2. Peran
Dan Fungsi Konselor
1.
Mendorong klien untuk dapat melihat kenyataan yang ada pada dirinya dan
mau mencoba menghadapinya
2. Klien bisa diajak memilih dua alternatif,
menolak kenyataan yang ada pada dirinya / membuka diri untuk melihat apa yang
sebanarnya terjadi pada dirinya / membuka diri untuk melihat apa yang
sebenarnya terjadi pada dirinya sekarang
3.
Konselor menghindarkan diri dari pikiran-pikiran yang abstrak,
keinginan-keinginannya untuk melakukan diagnosis, interpretasi maupun member
nasihat
4.
Konselor sejak awal konseling sudah mengarahkan tujuab agar klien
menjadi matang dan mampu menyingkirkan hambatan-hambatan yang menyebabkan klien
tidak dapat berdiri sendiri
5.
Konselor membantu klien menghadapi tansisi dari ketergantungannya
terhadap faktor menjadi percaya akan kekuatannya sendiri. Usaha ini dilakukan
untuk menemukan dan membuka ketersesatan klien
6.
Pada saat klien mengalami gejolak kesesatan dan klien menyatakan
kekalahannya terhadap lingkungan dengan cara mengungkapkan kelemahannya,
dirinya tidak berdaya, bodoh/gila
7.
Konselor membantu membuat perasaan klien untuk bangkit dan mau
menghadapi ketersesatannya sehingga potensi dapat berkembang lebih optimal.
3.
Tujuan Terapi Gestalt, Tekni Terapi
a.
Tujuan konseling
Tujuan terapi gestalt adalah sebagai
usaha membantu klien dalam mengintegrasikan diri dalam lingkungannya, dan
membantu klien menjadi masak dan bergerak ke arah aktualisasi diri.
Pearls berpendapat bahwa sebaiknya
individu itu dapat mengerjakan suatu dari pada hanya memikirkan sesuatu saja.
Dalam hal ini terapis membantu klien untuk mengukur kekuatan dan kemampuan
dirinya.
Dewasa berarti adanya integrasi
kepribadian sebagai suatu keseluruhan, yaitu integrasi dari berbagai bagian,
antara lain : perasaan, pikiran, persepsi, dan aspek-aspek lain ke dalam suatu
sistem keseluruhan.
Jadi, terapi gestalt bertujuan untuk
menyatukan aspek-aspek kepribadian individu untuk menjadi suatu kebulatan yaitu
pribadi yang utuh dan integral. Di samping itu terapi gestalt juga bertujuan
agar klien dapat bertanggung jawab atas dirinya dalam perkembangan dari
aspek-aspek kepribadian yang bulat atau menuju ke sistem keseluruhan.
b.
Teknik Terapi
Teknik-teknik ini mendorong terapis
dalam memberikan terapi kepada klien dengan cepat dan tepat. Teknik-teknik itu sebagai berikut:
1. Directed
awareness: teknik untuk meningkatkan kesadaran klien. Pertanyaan-pertanyaan
yang sederhana, langsung, membuat memusatkan kesadaran klien. Terapis
menggunakan kesadaran yang ada pada klien untuk memisahkan
pertentangan-pertentangan dan penyimpangan dalam komunikasi verbal dan non
verbal dari klien. Pengarahan dari terapis harus berpijak pada keadaan sekarang
untuk diharmoniskan dengan dirinya sendiri dan terutama menggunakan potensi
yang dimiliki.
2. Games of dialogue: klien ditanya
untuk mengembangkan dialog antara bagian-bagian yang konflik yang ada dalam
dirinya. Contohnya: anda tidak boleh mengekspresikan kemarahan anda, dan
dijawabnya: tetapi saya marah. Dialog ini dimaksudkan untuk membantu membuat
keduanya itu ada padanya secara penuh dan digunakan manakala terjadi
penyimpangan-penyimpangan pada dirinya.
3. Palying the projection: teknik
ini dipergunakan ketika klien mengeluh dan menyalahkan dengan tidak menyadari
bagaimana mereka memroyeksikan sikap mereka kepada orang laijn secara baik.
Tujuan dari teknik ini untuk memiliki kembali dan mengintegrasikan
bagian-bagian yang ada dalam dirinya.
4. Reveral
techniques. Dengan teknik ini dimaksudkan klien bertindak menurut sikap-sikap
atau dalam sikap-sikap yang merupakan kebalikan dari apa yang biasa mereka
lakukan. Cara ini untuk menolong klien menyadari bagian dari dirinya yang dia
tidak tahu bahwa itu ada dan dengan demikian menolong mereka untuk memulai
proses penerimaan atribut personal yang selama ini ditolaknya.
5. Assuming
responsibility. Klien ditanya dengan menggunakan potongan kalimat. “saya
bertanggung jawab atas hal itu”, yang diucapkan pada setiap akhir pernyataan
yang dibuatnya. Teknik ini dikembangkan untuk menolong klien dalam menyadari
fakta-fakta bahwa mereka bertanggung jawab atas sikap pemikiran dan perasaan
yang dialami.
6.
Staying with a feeling. Teknik ini dapat digunakan untuk menolong klien
yang mengalami perasaan-perasaan yang tidak senang. Terapis meminta klien untuk
meneruskan perasaan itu betapapun sakitnya atau menakutkannya pengalaman itu
dan bahkan melebih-lebihkan persaan itu. Menghadapi dan mengalami,
mempertahankan perasaan ini memaksa klien untuk menerima pengalaman-pengalaman
emosionalnya sebagai bagian dari dirinya.
7.
May I feed you a sentence. Dalam teknik ini konselor memberikan
pertanyaan-pertanyaan untuk diucapkan oleh klien. Ucapan ini dapat menagkap
sikap, perasaan dari klien dan ini dapat diamati oleh konselor. Sikap atau
perasaan yang tidak disadari oleh klien, klien disuruh mencoba mengucapkan
kalimat itu dengan cara mengulanginya. Dengan cara demikian klien akan dapat
menjadi sadar atas sikap/perasaan yang sebelumnya ia terapkan.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran
batin yang tetap, mengenai pengalaman yang berhubungan dengan aku dan
membedakan aku dari yang bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu
konsep diri real dan konsep diri ideal.
2.
Rogers lebih mementingkan dinamika dari pada struktur kepribadian, Sejak
awal Rogers mengurusi cara bagaimana kepribadian
berubah dan berkembang, Rogers
tidak menekankan aspek struktural kepribadian.
3.
Menurut roger organisme
memiliki satu motivasi utama yaitu kecenderungan untuk aktualisasi diri dan
tujuan utama hidup manusia adalah untuk menjadi manusia yang bisa
mengaktualisasikan diri, dapat diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam
setiap makhluk hidup yang bertujuan mengembangkan seluruh potensi-potensinya
sebaik mungkin.
4.
Rogers tidak
memfokuskan diri untuk mempelajari “tahap”
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian, namun dia lebih tertarik untuk
meneliti dengan cara yang lain yaitu dengan bagaimana evaluasi dapat menuntun
untuk membedakan antara pengalaman dan apa yang orang persepsikan tentang
pengalaman itu sendiri.
5.
Self disclosure dapat ditemui
pada banyak kehidupan sehari-hari, namun yang paling pasti adalah ketika
beberapa kelompok orang mempresentasikan dirinya dihadapan orang lain
6.
Tujuan konseling untuk membina
kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan
untuk memecahkan masalah sendiri.
7.
Pandangan Gestalt tentang
manusia berakar pada filsafat eksistensial dan fenomenologi. Ia menekankan
konsep-konsep seperti perluasan kesadaran, penerimaan tanggung jawab pribadi,
kesatuan pribadi, dan mengalami cara-cara yang menghambat kesadaran.
8.
Pendekatan konseling
Gestalt berpandangan bahwa manusia dalam
kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan. Setiap individu bukan
semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian organ-organ seperti hati,
jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu koordinasi semua
bagian tersebut.
9.
Tujuan terapi gestalt adalah
sebagai usaha membantu klien dalam mengintegrasikan diri dalam lingkungannya,
dan membantu klien menjadi masak dan bergerak ke arah aktualisasi diri.
DAFTAR PUSTAKA
Gerald Cory.2005. Teori dan
Praktek Konseling dan Psikoterapi
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta .
Prayitno,2005. Kerangka
Konseling Elektrik Elktrik Konseling
Pujosuwarno, sayekti.: Berbagai
Pendekatan dalam Konseling, terbitan pertama. Yogyakarta :
Menara Mas Offset, 1993.
http://kdmcarlroeger.blogspot.com/
http://zamzamisabiq.blogspot.com/2013/04/pendekatan-gestalt-dalam-bimbingan.html
https://konseling4us.wordpress.com/2011/12/13/konseling-self/
http://mohamadiqbalmustofa.blogspot.com/2013/04/pendekatan-konseling-gestalt.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar